Kamis, 15 Oktober 2009

Mengapa kita harus saling menghakimi?? Kembali soal pemakaian kata Allah dan YHWH.


Mengapa kita harus saling menghakimi?? Kembali soal pemakaian kata Allah dan YHWH.


Mengamati perkembangan seputar pemakaian nama Allah, YHWH di kalangan gereja-gereja di Indonesia membuat saya tertarik untuk sekedar memberikan urun pendapat, meskipun saya mungkin tidak bisa memberikan argument-argumen theologis yang memuaskan seperti yang diberikan oleh sdr Dede Wijaya dan Iah-iah atau Hai-hai (apakah mereka orang yang sama?), yang terus terang saja bahwa saya senang sekali membaca hasil karya tulis dan perdebatan/diskusi mereka yang menarik dan juga memberikan inspirasi baru dan maaf, seringkali saya dengan sengaja mencomot artikel mereka untuk pojok renungan di bulletin gereja kami (ampunilah dan kalau boleh, ini sekalian permohonan ijin, terimakasih).
Beberapa teman sering mendesak saya untuk meninggalkan pemakaian kata Allah dan bahkan ada yang secara ekstrim memutuskan hubungannya karena saya belum mau mempergunakan kata YHWH yang sering diucapkan (bukan diterjemahkan) sebagai  kata Yehova atau Yahwe, yang lucunya dulu kita sering kecam pemakaian kata ini pada saudara-saudara dari saksi-saksi Yehova. Mengapa, saya masih mempergunakan kata Allah? Apakah saya tidak tahu bahwa itu nama pribadi umat Muslim dan kalau saya mempergunakannya berarti saya menyembah tuhannya orang lain atau bahkan dewa air dari bangsa mesir kuno? Terserah pendapat anda, saya tidak dapat melarang anda untuk berpendapat seperti ini karena terus terang, saya tidak pernah peduli dengan penilaian orang tentang saya. Hanya, sungguh saya prihatinkan adalah bahwa kita tidak mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera tetapi sibuk dengan mempertahankan kebenaran kita sendiri dan menyerang bahkan memisahkan orang dari persekutuan meskipun dengan argumen2 yang Alkitabiah. Firman Tuhan mengatakan: “ dan marilah kita bertumbuh menurut tingkat pengertian yang kita miliki sekarang ini”, mengapa? Kita tidak mengajar dan membiarkan orang bertumbuh secara wajar tanpa harus memaksakan hukum taurat yang baru disamping hukum2 taurat yang lebih dulu ada di gereja kita masing-masing. Mengapa? Kita harus sibuk menghakimi satu dengan yang lain sedangkan Alkitab berkata bahwa Firman itu yang akan menghakimi kita. Tidakkah? Kita dapat melihat bahwa perdebatan ini bukan hanya sekedar pengalihan kita dari tanggung jawab kita akan kelayakkan kita di hadapan TUHAN untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan di hadapan Allah. Sudah begitu benarkah kita sehingga kita berani mengambil batu untuk melempari saudara kita Dan dari apa yang saya dengar, kata YHWH itu begitu kudus sehingga orang Israel tidak berani mempergunakan kata itu dalam pemakaian sehari-hari, jadi! Apakah kita berani mengakui bahwa kita adalah orang yang sungguh-sungguh hidup dalam kekudusan sehingga kita layak memakai kata itu dalam percakapan kita. Kelihatannya kita lebih Yahudi daripada orang Yahudi sendiri.
Sungguh, saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa itu salah, sayapun terkadang mamakai kata Yehova atau Yahwe dalam doa pribadi dan terlebih sering menggunakan kata YESUS, sebab saya yakin bahwa YESUS adalah nama Allah kita seperti yang IA katakan sendiri dalam Yohanes 17, bahwa mulai saat Firman itu diucapkan, kita harus minta apapun dan berdoa kepada BAPA dengan nama YESUS.
DR. Jeff Hammond, dalam sebuah seminar di Surabaya mengatakan bahwa kata Allah  itu dipakai dalam bahasa sehari-hari orang-orang Kristen di Timur Tengah dan Kisah Rasul pasal 2: 4-11 adalah bukti,. Kalau TUHAN yang menciptakan bahasa, tidakkah IA terlebih memahami bahasa hati kita, karena kita lebih sering meributkan bahasa kita daripada hati yang dapat berbicara lebih kuat kepada TUHAN. Tidak salah bila kita memakai kata Yehova dan juga tidak salah bila kita masih mau memakai kata Allah. Bahkan, kita harus belajar menghargai mereka yang  mengambil sikap dan keyakinan yang berbeda karena di dunia ini orang dalam proses pencarian identitas diri. Saksikan keyakinan kita bukan hanya dengan kata-kata tetapi juga dalam perbuatan kasih yang nyata karena YESUS juga tidak pernah membedakan orang. dengarlah hati nurani saudara, kita mungkin mengucapkan kata yang benar, tetapi alangkah lebih baik kalau kita terlebih melakukan hal yang benar.
saya percaya, bahwa kita sedang hidup dalam masa gereja yang terakhir seperti yang tertulis dalam Wahyu 3: 14-22, yaitu gereja Laodikia: gereja yang cuek/ tidak punya kepedulian, sibuk memperkaya dan membenarkan diri tapi nda punya kebenaran dan belas kasihan. saya memperhatikan perdebatan di situs kita ini, gereja-gereja yang memperdebatkan: siapa yang paling Alkitabiah?dan pernyataan; “berbahagialah kalau di kota saudara ada gereja kami dan kalaupun tidak ada, mintalah…”.
 Hampir setiap bulan TUHAN membawa saya melayani  di daerah-daerah di Kalimantan dan Sulawesi Selatan bersama teman2 hamba TUHAN dari PESAT Kaltim yang juga mempergunakan kata Yehova dan tidak lagi mempergunakan kata Allah, tetapi ini tidak pernah menjadi persoalan diantara kami, dan (bukan menyombongkan diri dan nda apa2 kalau anda berpendapat sebaliknya) kami tidak pernah meminta biaya perjalanan dan PK dari seminar-seminar yang kami layani. Di Kalimantan Selatan ada begitu banyak tempat yang tidak ada gereja dan di Kalimantan Tengah, ada banyak tempat yang dulunya desa-desa Kristen, sekarang kembali menjadi animis karena tidak ada hamba TUHAN dan gereja yang mau melayani, ada beberapa desa Kristen yang hampir sebagian besar penduduknya menjadi mualaf oleh karena gereja tidak peduli. gereja lebih peduli pada acara-acara untuk membesarkan diri daripada membesarkan nama TUHAN.
 Mungkin anda benar dan saya salah, tetapi tolonglah, pakailah kebenaran anda untuk melakukan hal yang benar sebab YESUS mengasihimu dan YESUS mau hidup kita memberkati orang lain, terimakasih.
Pak Dede dan Hai-Hai, juga Iah_Iah, terimaksih, artikel dan perdebatan anda semua sungguh, sangat memberkati saya untuk lebih memahami perbedaan itu indah karena membuat hidup jadi lebih bermakna.

Selasa, 13 Oktober 2009

Pernikahan bahagia??

Pernikahan bahagia.


Apa yang orang harapkan dari pernikahan? Tentu saja rumah tangga yang bahagia, bukan! Sebagian pernikahan diawali oleh cinta tetapi sering berakhir di dalam kebencian, sebagian yang lain diawali oleh keterpaksaan (perjodohan) tetapi juga ada yang langgeng dalam kebahagiaan meskipun tak sedikit pula yang berjalan dalam kehampaan.
Sebagian orang berpikir bahwa kalau Tuhan yang menjodohkan, pasti segala sesuatunya akan berjalan lancar sehingga ketika percekcokan mulai menghiasi rumah tangga, dia berpikir: “jangan-jangan, aku salah pilih jodoh”, dan perceraian mulai jadi pilihan logis untuk menghindari masalah. Pernikahan tidak lagi dipandang sebagai hal yang sakral dan kudus tetapi jadi ajang seleksi untuk cari jodoh yang tepat dan cara aman untuk menghindari perzinahan (umum). Apalagi kawin cerai sudah jadi komoditi entertaiment yang laris manis yang mendongkrak popularitas para pejabat dan artis di negeri ini yang celakanya sering jadi panutan masyarakat penggemar sinetron.
Pada mulanya waktu Tuhan menciptakan Adam, Tuhan berkata: “bahwa tidak baik bila manusia itu seorang diri saja maka Aku akan menciptakan seorang penolong yang sepadan dengannya”. Tetapi anehnya Tuhan tidak segera menciptakan Hawa baginya tapi Tuhan menciptakan bintang-binatang dan membawa Adam menemui hewan-hewan itu untuk memberikan nama bagi mereka. Dan dikatakan bahwa Adam tidak menjumpai penolong yang sepadan dengannya. Apa artinya? Artinya, sebenarnya Tuhan memberi kebebasan untuk manusia memilih dan mencari sendiri pasangan hidupnya dengan hikmat dan akal budi yang ada padanya untuk mencari yang sepadan (sesuai).
Coba, andaikata meskipun Adam tidak menjumpai manusia yang sepadan tetapi dia berpikir: “ yah sudahlah, ambil saja yang ada. Yang penting betina “. Tentu saja manusia sekarang, boleh jadi merupakan keturunan monyet, orang hutan atau anjing seperti cerita legenda Sangkuriang dari jawa barat
Jodoh itu seperti sebuah gambar magic puzzle yang besar terdiri dari ribuan potongan gambar kecil-kecil, dan ketika kita mau menyusunnya maka kita harus mulai dari potongan gambar yang biasanya terletak di tepi yang menyisakan sedikit gambar yang sesuai dengan beberapa potongan gambar yang ada. Dan itu sebuah Pernikahan.
Jadi Pernikahan merupakan blueprint dari Allah sendiri untuk mewujudkan gereja-NYA di bumi ini (Efesus 5:23-33). Alkitab berkata bahwa tidak ada laki-laki atau perempuan yang tidak berasal dari Allah. Hal yang tidak Alkitabiah jika ada orang apalagi hamba Tuhan yang berani mengatakan bahwa kalau bukan jodohnya maka boleh bercerai.
Tujuan utama dari Pernikahan adalah mewujudkan rencana Allah yang besar bagi gereja-NYA yaitu Kerajaan Allah di bumi ini bila setiap rumah tangga Kristen dapat menjadi garam dan terang bagi masyarakatnya. Pernikahan Kristen bukan didasarkan oleh cinta meskipun cinta adalah komponen/ potongan gambar terpenting tetapi dasar utama dari pernikahan adalah Kristus sendiri artinya Pernikahan hanya dapat diwujudkan apabila pria dan wanita mengikatkan diri dalam sebuah Komitmen untuk meletakkan kebenaran Firman Allah sebagai acuan atau nara sumber di dalam segala masalah yang timbul dalam pernikahan.
Pernikahan tidak akan langgeng bila ada pihak ke tiga turut campur di dalamnya, bahkan orang tua/ keluarga sekalipun. Hanya jika kita ijinkan Tuhan saja yang dapat menjadi pihak ke tiga dalam sebuah pernikahan yang dapat menyempurnakan ikatan kasih suami dan isteri, ketika dalam kerendahan hati kita mau melaksanakan Firman Tuhan untuk saling mengasihi, melayani, mengampuni dan saling mendahului untuk memberikan penghormatan kepada masing pasangan.
Entah saudara sudah menikah atau belum, tetapi renungkanlah benar-benar dengan renungan yang saudara telah baca saat ini. Pernikahan adalah sebuah Komitmen untuk berjalan dan hidup sesuai rencana-Nya. Jangan takut untuk menikah dan jangan ambil keputusan untuk tidak menikah karena melihat contoh gagal dalam pernikahan, karena itupun berarti bahwa saudara tidak bertanggung jawab dengan hidupmu dan satu-satunya alasan untuk tidak menikah adalah karena kita mau benar-benar menyerahkan diri kita hanya untuk melayani – Nya. Terimakasih dan selamat menikah.